Barong singa adalah salah satu dari lima bentuk Barong. Di pulau Bali setiap bagian pulau Bali mempunyai roh pelindung untuk tanah dan hutannya masing-masing. Setiap Barong dari yang mewakili daerah tertentu digambarkan sebagai hewan yang berbeda. Ada babi hutan, harimau, ular atau naga, dan singa. Bentuk Barong sebagai singa sangatlah populer dan berasal dari Gianyar. Di sini terletak Ubud, yang merupakan tempat pariwisata yang terkenal. Dalam Calonarong atau tari-tarian Bali, Barong menggunakan ilmu gaibnya untuk mengalahkan Rangda.
Topeng Barong dibuat dari kayu yang diambil dari tempat-tempat angker seperti kuburan, oleh sebab itu Barong merupakan benda sakral yang sangat disucikan oleh masyarakat Hindu di Bali. Pertunjukan tari ini dengan atau tanpa lakon, selalu diawali dengan pertunjukan pembuka, yang diiringi dengan gamelan yang berbeda-beda seperti Gamelan Gong Kebyar, Gamelan Bebarongan, dan Gamelan Batel. Jenis-jenis Barong yang hingga kini masih ada di Bali adalah sebagai berikut : Barong Ket, Barong Bangkal, Barong Asu, Barong Brutuk, Barong Kedingkling, Barong Gagombarangan, Barong Gajah, Barong Macan, Barong Landung, Barong Lembu, Barong Kambing, Barong Sai.
Menurut etimologinya, kata Rangda yang kita kenal di Bali berasal dari Bahasa Jawa Kuno yaitu dari kata Randa yang berarti janda (L. Mardiwarsito, 1986:463). Rangda adalah sebutan janda dari golongan Tri Wangsa yaitu, Wesya, Ksatria dan Brahmana.
Sedangkan dari golongan Sudra disebut Balu.
Kata Balu dalam bahasa Bali alusnya adalah Rangda.
Perkembangan selanjutnya istilah Rangda untuk janda semakin
jarang kita dengar, karena dikhawatirkan menimbulkan kesan tidak enak
mengingat wujud Rangda yang ‘aeng’ (seram) dan menakutkan serta
identik dengan orang yang mempunyai ilmu kiri (pengiwa).
Hal ini terutama kita dapatkan dalam
pertunjukan-pertunjukan cerita rakyat. Dengan kata lain, ada
kesan rasa takut, tersinggung dan malu bila dikatakan bisa
neluh nerangjana (ngeleak).
Sesungguhnya pengertian di atas lebih banyak
diilhami cerita-cerita rakyat yang di dalamnya terdapat unsur
Rangda. Cerita yang paling besar pengaruhnya adalah
Calonarang.
Ada juga cerita yang lain, namun itu hanyalah
kreasi para seniman seperti: Lakin Kunti Srya, Nang Aprak,
Celedu Nginyah, Men Muntregan, Balian Batur, Campur Taluh
(Talo) dan Kaki Tua. Juga cerita-cerita mythologi dan sejarah
seperti Kalikek, Jayapati dan Sudarsana.
Jenis-jenis Rangda
Mengidentifikasi
jenis-jenis Rangda yang berkembang di Bali amat sulit. Hal
ini mengingat wujud Rangda pada umumnya adalah sama. Memang dalam
cerita Calonarang ada wujud Rangda yang lain seperti Rarung,
Celuluk namun itu adalah antek-antek dari Si Calonarang dan
kedudukannya lebih banyak dalam cerita-cerita bukan
disakralkan. Untuk membedakan wujud Rangda adalah dengan
melihat bentuk mukanya (prerai), yaitu :
Bentuk Nyinga
Apabila bentuk muka Rangda itu menyerupai singa dan sedikit menonjol ke depan (munju). Sifat dari Rangda ini adalah galak dan buas.
Apabila bentuk muka Rangda itu menyerupai singa dan sedikit menonjol ke depan (munju). Sifat dari Rangda ini adalah galak dan buas.
Bentuk Nyeleme
Apabila bentuk muka Rangda itu menyerupai wajah manusia dan sedikit melebar (lumbeng). Bentuk Rangda seperti ini, menunjukkan sifat yang berwibawa dan angker.
Apabila bentuk muka Rangda itu menyerupai wajah manusia dan sedikit melebar (lumbeng). Bentuk Rangda seperti ini, menunjukkan sifat yang berwibawa dan angker.
Bentuk Raksasa Apabila bentuk muka
Rangda ini menyerupai wujud raksasa seperti yang umum kita
lihat Rangda pada umumnya. Biasanya Rangda ini menyeramkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar